JAKARTA, Media Kota
Sejumlah orang berbuat atau menikmati bisa saja menghambur-hamburkannya tetapi yang menderita atau menanggung kerugian investornya. Hal semacam ini sering terjadi dalam investasi-investasi.
Salah satunya terkait kasus dugaan korupsi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (AJS) dengan terdakwa Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan, Joko Hartono Tirto, Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, yang akhirnya berimbas kepada para investor. Investasi-investasinya terancam raib.
“Kerugian negara akibat salah pengelolaan keuangan dan penempatan dana investasi di PT AJS telah digiring Kejaksaan Agung RI menjadi kasus tindak pidana korupsi (Tipikor). Padahal, masih debatable mengenai kerugian negara,” kata advokat senior Hartono Tanuwidjaja SH MSi MH CBL, Selasa (17/8/2021).
Menurutnya, Kejaksaan RI telah secara serampangan mengupayakan pemulihan kerugian negara dengan cara menyita dan merampas saham-saham milik sejumlah investor pada rekening sub efek yang terdapat pada perusahaan sekuritas dan tercatat resmi di KSEI.
Dugaan pelanggaran yang dilakukan Kejaksaan Agung, mendorong Pavi Prabu Investment (PPI) melalui penasihat hukumnya, Hartono Tanuwidjaja mengajukan permohonan keberatan sebagai pihak ketiga ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Namun tidak diterima begitu juga dengan para pemohon keberatan yang lain.
Tentu saja penetapan majelis hakim PN Jakarta Pusat tersebut dilawan PPI dan Hartono Tanuwidjaja dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI secara pararel sekaligus mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Presiden RI, Ketua MA RI, Menko Polhukam dan lain-lain.
“PN Jakarta Pusat telah mengabaikan Yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yang justru bersumber dari putusan PN Jakarta Pusat sendiri yang memuat kaedah hukum untuk setiap pengajuan keberatan semestinya adalah 2 bulan sejak putusan perkara dibacakan di depan sidang yang terbuka untuk umum, bukan 2 bulan setelah putusan inkracht,” tutur Hartono yang penggemar olahraga tinju dan pengoleksi permata itu.
“Single Investor Identification atau SID atas nama Pavi Prabu Investment telah dituduh Kejaksaan Agung sebagai alat kejahatan, tapi tidak dijelaskan apa dan bagaimana kaitan SID tersebut dengan suatu peristiwa kejahatan,” kata Hartono menambahkan.
Dalam hal berinvestasi di pasar modal wajib memiliki Single Investor Identification (SID). SID ini sebagai nomor tunggal identitas investor pasar modal Indonesia yang diterbitkan PT KSEI. SID ini seperti nomor ID investasi yaitu nomor bukti seseorang resmi terdaftar sebagai investor pasar modal. Hartono Tanuwidjaja merujuk ke Pasal 30 ayat (1) UU RI No. 14 tahun 1985 jo UU RI No. 5 tahun 2004 UU RI No. 3 tahun 2009 tentang MA RI. Oleh karena itu, pertimbangan hukum majelis hakim judex fexti dalam penetapan No.13/PID.SUS/KEB/2020/PN. Jkt.Pst tanggal 21 Juli 2021 telah terbukti sebagai penetapan yang salah menerima dan atau melanggar hukum yang berlaku secara khusus melanggar keberadaan Yurisprudensi MA RI No. 759K/PID.SUS/2018 tanggal 11 Oktober 2018.
Selain itu, menurut advokat yang cukup kritis dan cermat ini, Yurisprudensi MA RI No. 329K/PID.SUS/2018 tanggal 1 Oktober 2018 ternyata juga telah memuat kaedah hukum yang sama atau identik dengan Yurisprudensi MA RI No. 759K/PID.SUS/2018 tanggal 11 Oktober 2018 pada halaman 4. “Bahwa dengan lewatnya batas atau jangka waktu dua bulan untuk mengajukan keberatan ini berarti pemohon tidak boleh lagi mengajukan keberatan, karena putusan Nomor: 59/PID B/TPK/2012/PNJkt.Pst yang menjadi objek keberatan sudah berkekuatan hukum tetap,” ujar Hartono mengutip bunyi Yurisprudensi MA RI.
Disebutkannya pula bahwa hal itu sesuai kaedah hukum dari Yuriaprudensi Putusan MA RI No. 759 K/PID.SUS/2018 tanggal 11 Oktober 2018 dan Yurisprudensi Putusan MA RI No, 329K/Pid.Sus/2018 tanggal 1 Oktober 2018. “Pada hakekatnya mengatur bahwa sikap pihak ketiga jika hendak mengajukan permohonan keberatan terhadap putusan yang baik dan yang benar itu adalah: Putusan harus diucapkan dimuka sidang yang terbuka untuk umum, putusan aquo belum berkekuatan hukum tetap dan belum lewat batas waktu dua bulan dari sejak putusan tersebut diucapkan di muka sidang yang terbuka untuk umum,” tuturnya. (Ben/SES/Lukas)