Jakarta, mediakota-online.com
Sejumlah finalis Miss Universe Indonesia (MUID) jadi korban pemotretan tanpa busana. Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra menilai pelecehan seksual tak dapat ditoleransi.
“Jika terbukti benar, kami melihat ini sebagai catatan buruk dalam kontes Miss Universe. Karena, pelecehan seksual jelas sekali tidak sejalan dengan tujuan diselenggarakannya ajang Miss Universe,” jelas Dhahana dalam keterangannya, Sabtu (12/8/2023).
Dhahana menyebut pelecehan seksual tidak dapat ditoleransi dengan dalih apa pun. Dia mengatakan pemerintah memberi perhatian serius dalam perlindungan HAM.
“Selain telah meratifikasi CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) sejak 1984 dan terus aktif berpartisipasi dalam dialog konstruktif pelaporannya, kini kita juga telah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang menjadi bukti keseriusan negara untuk memberikan perlindungan dan penghormatan HAM terutama terkait isu kekerasan seksual,” kata Dhahana.
Pelaku pelecehan seksual, harap Dhahana, mendapatkan ancaman yang serius sebagaimana diatur di dalam Pasal 12 atau 13 UU TPKS. Untuk diketahui, ancaman hukuman penjara di kedua pasal mencapai maksimal 15 tahun.
“Harapannya, dengan ancaman yang berat semacam itu, maka dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual,” ucap Dhahana.
Saat ini Dirjen HAM bersama KemenPPPA dan kementerian atau lembaga terkait tengah menggodok satu dari tujuh peraturan pelaksana dari UU TPKS, yaitu RPP Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta Penanganan, Pelindungan dan Pemulihan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Perlu kami tegaskan kembali bahwa pelecehan seksual yang menimpa sejumlah saudari kita para finalis MUID ini terang-terangan bertentangan dengan upaya pemerintah mendorong penghormatan dan perlindungan HAM bagi perempuan,” tegas Dhahana.
Dhahana memuji langkah cepat kepolisian dalam merespons laporan yang disampaikan para terduga korban. “Respons cepat kepolisian menangani laporan ini menunjukkan bahwa pemahaman Aparat Penegak Hukum terhadap isu pelecehan seksual telah semakin baik,” ujarnya.
Dirjen HAM mengajak penyelenggara Miss Universe Indonesia melakukan evaluasi terhadap aktivitas bisnisnya sehingga mencegah upaya tindak pelecehan. Jika pelecehan dibiarkan, maka Dhahana khawatir berdampak negatif khususnya pada industri ekonomi kreatif dan pariwisata Tanah Air.
“Jangan sampai dugaan pelecehan seksual di ajang MUID ini memberi kesan bahwa industri ekonomi kreatif dan pariwisata kita tidak ramah HAM khususnya perempuan,”ujar Dhahana.
KemenkumHAM bersama kementerian dan lembaga yang tergabung dalam Gugus Tugas Nasional bisnis dan HAM melakukan pengarusutamaan bisnis dan HAM di Indonesia. Salah satu upayanya adalah melalui aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA).
“Melalui aplikasi PRISMA, kami ingin mendekatkan nilai-nilai HAM dengan dunia bisnis agar dapat sejalan dengan United Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) sehingga para pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya menghormati HAM yang tentunya juga memberikan citra positif bagi pelaku usaha itu sendiri,” pungkas Dhahana.
Pelapor Serahkan Bukti Baru
Pelapor yang dalam hal ini juga kuasa hukum para korban, Mellisa Anggraeni, menjelaskan kronologi dan duduk perkara dugaan pelecehan yang dialami para korban. Mellisa sendiri menjadi kuasa hukum 7 finalis Miss Universe Indonesia yang diduga menjadi korban pelecehan.
“Tentu saya menyampaikan apa yang disampaikan oleh para korban apa apa yang mereka alami. Terus bagaimana dampaknya terhadap mereka kenapa akhirnya memutuskan melaporkan ini. Termasuk kronologi gambaran besar nanti akan didalami lagi,” ujar Mellisa, Rabu (9/8).
Mellisa mengatakan, dalam pemeriksaan itu, pihaknya turut menyerahkan barang bukti tambahan terkait perkara tersebut ke Polda Metro Jaya. Namun, dia belum bisa menyampaikan barang bukti tersebut.
“Iya ada (barang bukti baru), tapi belum bisa saya sampaikan ya. Tapi terkait dengan seluruh proses pelaporan ini aja,” imbuhnya. [Benn]