Punya banyak uang tidak bisa menjamin seseorang bisa melancong ke seluruh penjuru dunia sesuka hatinya. Apalagi bagi para pemegang paspor berkekuatan lemah seperti paspor Indonesia. Setiap negara tidak memiliki kekuatan paspor yang setara. Menurut rilisan data dari Henley Passport Index awal tahun ini, paspor Indonesia meraih peringkat ke-66. Sementara negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura berada di posisi tiga dan satu.
Visa diperlukan sebagai dokumen izin dari negara tujuan untuk bisa masuk ke wilayahnya. Visa dapat berupa stempel dan stiker yang ditempel di halaman paspor atau visa dalam bentuk digital. Total negara yang bisa dikunjungi orang Indonesia tanpa visa sebesar 78 negara. Namun, daftar negara favorit pelancong dari Indonesia masih dalam hitungan jari. Sering kali wisatawan Indonesia mesti berurusan dengan birokrasi visa yang njelimet.
Amalia Putri kerap dibuat kecewa setiapkali pacarnya, seorang laki-laki berkebangsaan Singapura, mengajak berlibur. Sudah dua kali Amalia diajak berlibur secara mendadak oleh pacar berserta keluarganya. Ia terpaksa menolak permintaan itu karena terkendala visa. Tahun lalu Amalia diajak mereka liburan ke beberapa negara di Eropa Barat. Tapi sepertinya kekasih Amalia lupa jika dirinya perlu mengurus visa.
Durasi waktu yang diperlukan untuk mengurus visa mulai dari pendaftaran sampai selesai sangat beragam, tergantung ketentuan masing-masing kantor kedutaan. Pengajuan visa ke negara Schengen, misalnya, tergolong tinggi sehingga memerlukan waktu lebih lama. Waktu terbaik mempersiapkan visa Schengen adalah tiga bulan sebelum keberangkatan.
“Pacarku bilang ‘Let’s go to France in three weeks.’ Hold on, I need a visa. Nggak mungkin visa keluar secepat itu. Kadang aku merasa nggak adil. Gara-gara urusan visa, kita kayak manusia kelas dua di dunia ini,” ucap Amalia. Sebagai pemilik paspor terkuat, kekasih Amalia tidak memerlukan visa.
Saat mengurus visa berlibur, perempuan berusia 29 tahun ini juga kerap kesulitan karena tidak memiliki pekerjaan tetap. Sehari-hari, Amalia bekerja lepas sebagai illustrator. Beberapa negara mewajibkan jumlah deposit tabungan dan rekening aktif sebagai salah satu syarat memperoleh visa. Sementara bagi karyawan kantor, diperlukan SPT dan surat referensi dari perusahaan yang menyatakan anda adalah karyawan dari perusahaan itu.
“Kalau pekerjaan freelance itu kan pemasukan aku per project dan nggak nentu. Aku juga nggak bisa minta surat referensi karena nggak kerja di kantor,” kata Amalia.
Jelang masa libur panjang di hari Idul Fitri nanti, Amalia terpaksa membatalkan niatnya untuk melancong ke negara yang memerlukan visa. Urusan visa menjadi bahan pertimbangan baginya untuk menentukan negara tujuan perjalanan berikutnya. “Kalau udah mepet gini lebih baik pilih negara yang nggak pakai visa, apalagi aku freelance, prosesnya bakal lebih ribet lagi kalau pakai visa.”
Sejak sembilan tahun yang lalu, Neli Nurhilda sudah membantu banyak pelancong dari Indonesia yang ingin berpergian ke luar negeri. Mereka yang tidak ingin menghadapi panjang dan ribetnya birokrasi pembuatan visa pasti akan meminta bantuan kepada Neli. Dari pengalamannya, selama seluruh persyaratan terpenuhi, niscaya tidak akan ada masalah berarti dalam pembuatan visa.
“Karena dari pengalaman customer kita sebelumnya, mereka menyerah urus visa sendiri karena harus bolak balik. Sudah ke embassy, kurang ini, kurang itu. Besoknya ternyata salah balik lagi,” ungkap pemilik agen pembuatan visa bernama Jasavisa.ku ini. Selain membantu memproses visa dari awal pendaftaran hingga selesai, ia juga menberikan jasa konsultasi. “Kalau mau apply sendiri silakan, kita kasih informasi dokumen apa yang diperlukan dan formatnya seperti apa.”
Selepas pandemi COVID-19, permintaan pembuatan visa meningkat tajam. Jika sebelumnya Neli hanya mengumpulkan omzet Rp 10-15 juta per bulan, kini ia bisa mendapatkan hingga Rp 50 juta. Sebelumnya Neli hanya melayani permintaan pembuatan visa ke negara Korea. Dibantu enam orang karyawannya, Neli melayani permohonan visa dari seluruh negara.
“Kalau kami bisa handle holiday entry, family visit dan business yang ada invitation. Untuk visa studi tapi hanya ke Korea saja karena saya lebih hafal di sana. Kalau buat UK, USA, Eropa visa student-nya jauh lebih rumit dari pada Korea,” kata perempuan berusia 30 tahun ini.
Selama mematuhi prosedur, proses pengajuan visa yang dilakukan Neli dan timnya akan selalu berbuah baik. Namun ada beberapa kasus penolakan visa yang terjadi di luar kewenangan dan tanggung jawab Neli sebagai agen pengurusan visa. Seperti misalnya ketika Neli menangani kasus seorang klien yang ternyata merupakan seorang mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pernah mengalami overstay lima tahun lalu.
“Ada kasus kliennya nggak jujur. Kelihatan dari muka kalau misalkan yg niatnya beneran mau jalan-jalan sama yang mau kerja. Kalau kita sebagai agen meloloskan yang seperti itu ke embassy, kita akan dapat poin minus,” ungkapnya. “Kalau Korea poinnya sudah 50 itu biasanya kita dipanggil. Kita bakal ditanya kenapa kok banyak menerima yang nggak memenuhi syarat. Sebagai bahan evaluasi kita agar ke depan lebih hati-hati.”
Sebagai agen pengurusan visa, Neli tidak dapat menjamin setiap pemrosesan visa yang ia lakukan dapat selalu diterima. Hal ini yang kadang tidak dapat dimengerti oleh kliennya. Neli pernah menerima makian dari kliennya yang tidak terima proses pengajuan visanya ditolak oleh pihak kedutaan.
“Dari awal selalu saya sampaikan, saya hanya agen, kewenangan ada pada mereka. Saya sebagai agen hanya isa mengusahakan yang terbaik. Makanya dari awal klien juga harus jujur dan terbuka dengan kondisinya,” tutur Neli.