
Tanah Bumbu, mediakota-online.com
Skandal dugaan penyelewengan dana hibah Pilkada 2024 di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) meledak ke permukaan. Anggaran senilai Rp 32,4 miliar yang digelontorkan untuk pelaksanaan Pilkada menjadi misteri besar. Publik geram, menuntut transparansi, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tanbu pun kini menjadi sorotan utama.

Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Selatan, Dirham Zain, memimpin serangan kritik terhadap KPU Tanbu. Ia menuding lembaga tersebut gagal memberikan laporan pertanggungjawaban yang memadai. “Kami memonitor pelaksanaan Pilkada dan menemukan banyak kejanggalan. KPU Tanbu belum mampu menjelaskan detail penggunaan anggaran hibah ini,” ujar Dirham dalam pernyataan tegasnya kepada awak media.
Perbandingan yang Mengguncang
Kritik terhadap KPU Tanbu semakin panas ketika anggaran mereka dibandingkan dengan daerah lain. Kabupaten Tanah Laut, misalnya, mampu mengembalikan Rp 13 miliar dari dana hibah Rp 31 miliar. Sementara itu, Tabalong mengembalikan Rp 7 miliar dari total hibah Rp 30 miliar. Tetapi di Tanbu, yang hanya memiliki satu pasangan calon, dana Rp 32,4 miliar justru habis tanpa sisa.
“Logikanya di mana? Dengan jumlah calon yang minim, dana sebesar itu tidak bisa tersisa. Ini ironis dan patut diaudit menyeluruh oleh BPK RI,” lanjut Dirham dengan nada berapi-api.
Jawaban yang Dinilai Tidak Memuaskan
Dalam rapat yang diadakan Jumat, 27 Desember 2024, Ketua KPU Tanbu, Puryadi, memberikan jawaban yang di anggap tidak memuaskan. Ia mengaku tidak bisa melaporkan penggunaan dana hibah karena tahapan Pilkada belum selesai sepenuhnya. Namun, Puryadi mengungkapkan bahwa dirinya tidak menyangka rapat tersebut juga dihadiri oleh anggota Komisi I DPRD Kalsel dalam agenda reses.
“Ke tidak siapan kami bukan karena sengaja, melainkan karena agenda yang tidak terduga. Namun, kami siap jika BPK RI ingin melakukan audit atas dana hibah tersebut,” tegas Puryadi.
Desakan Publik dan Potensi Krisis Kepercayaan
Pernyataan Dirham dan sikap KPU Tanbu memicu gelombang kemarahan di masyarakat. Banyak pihak menilai bahwa transparansi dalam pengelolaan dana publik adalah syarat mutlak untuk menjaga kepercayaan publik. “Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal kepercayaan rakyat. Jika KPU tidak segera memberikan klarifikasi, kredibilitas lembaga ini akan runtuh,” ujar seorang warga Tanbu yang enggan disebutkan namanya.
Desakan kepada BPK RI untuk segera melakukan audit kian deras. Apakah KPU Tanbu hanya kurang siap, atau ada praktik yang mencurigakan di balik penggunaan dana hibah ini? Publik menunggu kejelasan. Semua mata kini tertuju pada KPU Tanbu. Apakah mereka mampu membuktikan integritas, atau justru terseret ke dalam badai skandal yang lebih besar?
Hingga berita ini diturunkan, BPK RI belum memberikan pernyataan resmi terkait permintaan audit dari DPRD Kalsel. (Hallion dkk)
