Tasikmalaya, Mediakota-online.com
Paguyuban Pengusaha Bordir Tasikmalaya Kecamatan Sukaraja keluhkan bahan baku yang sangat mahal dengan harga hasil produksi yang tidak kunjung beranjak naik. Akibatnya, para pengusaha bordir banyak kehilangan aset termasuk mesin bordirnya dan banyak yang sudah gulung tikar bahkan kedepannya kalau tidak ada perlindungan bisa terancam punah.
Keterpurukan para pengusaha bordir akibat dari harga benang yang melambung dan bahan organdi yang diduga terjadi monopoli dengan memborong bahan tersebut dari sentra kain di Kota Tasikmalaya untuk dijual kembali kepada para pengusaha bordir dengan harga yang jauh lebih mahal dari yang biasa dibeli langsung dari sentra kain.
“Untuk pengusaha yang memiliki lima (5) mesin bordir saja, membutuhkan 50 meter bahan organdi. Awalnya Rp. 270.000,- jadi Rp. 400.000,- per gulung bahan organdi dari orang tersebut,” ungkap pelaku usaha bordir H. Yuyun saat hearing dengan Komisi II DPRD dan Dinas Indag di Gedung Serbaguna DPRD Kabupaten Tasikmalaya, senin (26/12/2022).
Dugaan kuat adanya praktek monopoli didasarkan pada kelangkaan / sulitnya mendapat bahan baku dan harganya yang jauh lebih tinggi dari yang biasa didapatkan dari sentra kain di Kota Tasikmalaya (dari sentra kain jadi tidak ada bahan baku, tapi dialihkan pada salah satu toko di wilayah Kota Tasikmalaya).
Bahkan, para pengusaha sampai mencoba menanyakan langsung ke pabrik benang di Bandung namun semua gagal karena untuk mendapatkan bahan baku tersebut harus mendapat persetujuan dan atau harus menghubungi salah seorang pengusaha di Tasikmalaya.
“Kenaikan benang hingga 40% dan bahan organdi naiknya hampir 100%. Ini kami lakukan agar ada solusi terbaik jangka pendek ataupun jangka panjang untuk kesinambungan usaha bordir yang menjadi salah satu ikon Tasikmalaya,” ujar penasehat hukum Paguyuban pengusaha bordir Tasikmalaya Alfie Ahmad Syahdan Hariri, SE, SH, MH terkait aspirasi paguyuban mengadu ke DPRD.
Menurutnya, ada hal yang bisa dilakukan antara pihak-pihak terkait serta pemerintah dapat menjembatani agar hal ini tidak mengarah kepada gugatan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha karena unsurnya cukup memenuhi adanya dugaan monopoli berdasarkan Undang-undang nomor 5/1999 yang akan berdampak buruk bagi iklim usaha khususnya usaha bordir.
Sementara, Ketua Komisi II Hakim Jaman mengatakan aspirasi masyarakat tentang adanya dugaan monopoli akan ditindaklanjuti dengan solusi jangka pendek melalui langkah strategis bersama pemda (Indag) yang secara kedinasan akan berkirim surat ke Pemkot (karena sentra kain dan toko nya ada di wilayah Kota) serta ke pabrik di Bandung.
Jangka panjang akan dibuatkan regulasi perlindungan UMKM termasuk bagi para pengusaha bordir pada tahun 2023 (pertengahan tahun) [Ayi Darajat]