• Sab. Feb 8th, 2025

MEDIA KOTA Online

Sarana Informasi Rakyat

Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Jakarta Selatan mengontrol dan mengawasi penampungan pengungsi UNHCR

ByWira

Mei 24, 2023


Jakarta, mediakota-online.com
Jumlah pengungsi asing yang cukup masif dikhawatirkan menimbulkan kerawanan. Untuk itu Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) dari Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Jakarta Selatan (Kanim Jaksel) melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
“Berdasarkan data pada Januari 2023, jumlah pengungsi di Indonesia sekitar 12.805 orang, terdiri dari 27 persen adalah anak-anak, yakni 3.457 orang,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) DKI Jakarta Ibnu Chuldun di Hotel The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta, Senin (22/5/2023).

Kanim Jaksel sendiri mengawasi dua tempat penampungan pengungsi luar negeri (community house) di kawasan Pancoran dan Setiabudi. Pengungsi yang menempati penampungan di Jakarta Selatan, menurut Ibnu, dapat berpotensi menimbulkan kerawanan ditinjau dari berbagai aspek, yakni ideologi, sosial, budaya, hukum dan keamanan.

“Namun adanya pengawasan ini tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi hal-hal yang berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM) tanpa mengesampingkan kedaulatan negara,” katanya.

Di tempat yang sama, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Jakarta Selatan, Felucia Sengky Ratna menuturkan Indonesia masih sering menjadi tempat singgah bagi para pengungsi luar negeri. Para pengungsi ini diketahui identitasnya melalui kartu berdasarkan data resmi di UNHCR. Namun jika tidak diperbaharui maka dikhawatirkan akan membawa masalah lainnya dan dianggap sebagai pencari suaka.

Salah satu contohnya, dia mengatakan beberapa waktu lalu menemukan seorang pengungsi yang bertempat tinggal di apartemen mewah namun kartu UNCHR tidak aktif. Bila ditinjau sendiri, menurutnya, uang hidup dari UNHCR tidak mencukupi untuk menyewa apartemen.

“Uang hidup dari UNHCR bagi pengungsi per orang Rp 750 ribu tapi dia bisa sewa apartemen mewah. Kita menduga ini mereka ada kegiatan lain,” tuturnya.

“Tapi balik lagi, bagaimana UNHCR bisa memberikan edukasi dan mengawasi karena banyak WNA dari negara konflik di Indonesia tidak melakukan kegiatan bermanfaat,” imbuhnya.

Selain mengawasi pengungsi, hingga Mei 2023 ini Imigrasi Jakarta Selatan (Jaksel) sudah melakukan pendeportasian kepada 33 orang yang didominasi warga Nigeria dan China yang tidak memiliki izin tinggal. Sedangkan di sisi lain, pengungsi asing, disebutnya tidak boleh bekerja formal di Indonesia.

“Pengungsi tidak boleh bekerja di Indonesia secara formal, beda dengan orang asing yang datang ke Indonesia untuk bekerja. Pengungsi ini berasal dari negara konflik. Bahkan mereka menjadi warga negara yang mencari suaka. Kalau Indonesia kan emang dijadikan sebagai negara transit tapi transitnya seringkali disalahgunakan karena dari UNHCR sendiri tidak ada pengawasan. Kemudian data terkait pengungsi itu adanya di Kemlu. Kita sebagai UPT harus minta dulu. Kayak ada 81 pengungsi di data, tapi kenyataannya bisa lebih dari itu,” ucap Felucia.

“Pengungsi sampai di pinggir-pinggir jalan itu karena ketidakmampuan kita menampung jumlah pengungsi itu saking banyaknya. Kalau udah berantem ribut segala macem, yang di Bogor juga sama aja mereka udah merasa sebagai orang Indonesia naik motor besar, buka baju, nikah ama orang Indonesia WNI, ada juga yang kumpul kebo, komplekslah permasalahan mereka itu,” imbuhnya. [Benn]

By Wira